MAKALAH
TAFSIR AYAT DAKWAH
(ISLAM)
DI AJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS
TAFSIR AYAT DAKWAH
DI SUSUN OLEH:
JOKO SUPRIYATNO: 1041020048
DOSEN PEMBIMBING:
Drs. KHAIRON HAS, M.Hi
PROGRAM STUDI TAFSIR AYAT DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH
IAIN RADEN INTAN LAMPUNG
2011/2012
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur penulis haturkan atas kehadirat Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini. Sholawat teriring salam semoga selalu senantiasa Allah curahkan kepada
Rosulullah Muhammad SAW, para sahabat dan keluarganya.
makalah dengan judul ISLAM” adalah salah satu syarat dari proses
pembelajaran mata kuliah TAFSIR AYAT DAKWAH di Fakultas Dakwah Institut Agama
Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Dalam kesempatan
ini penulis mungucapkan terimakasih kepada :
1.
Bapak. Drs,Khairon Has M.Hi selaku dosen mata kuliah
Tafsir Ayat Dakwah Di Fakultas Dakwah IAIN Raden Intan Lampung.
2.
Sahabat-sahabat terbaik dan seperjuangan Jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam Angkatan 2010/2011 yang telah memberikan motivasi
dalam menempuh kegiatan belajar sehingga bisa terselesaikannya Tugas
ini.
Wassalamu’alaikum wr. Wb
Bandar Lampung, 12 Desember 2011
Penulis
JOKO SUPRIYATNO
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL....................................................................................... i
KATA
PENGANTAR....................................................................................
ii
DAFTAR
ISI.................................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang...................................................................................... 1
BAB II
PENAFSIARAN SURAT
ALI-IMRON 19
- Ma’anil Mufrodat.................................................................................. 2
- Tafsir Dan Asbabun Nuzul Surat Ali-Imron............................................ 3
BAB III
PEMBAHASAN
- Pengertian Islam.................................................................................... 5
- Tujuan Islam.......................................................................................... 8
- Analisa Penulis..................................................................................... 10
BAB IV PENUTUP
A.. Kesimpulan.......................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Orang sering
salah paham terhadap Islam. Kadangkala suatu keyakinan dan perbuatan dianggap
sebagai Islam ternyata bukan Islam dan kadangkala suatu keyakinan dan perbuatan
dianggap bukan Islam ternyata itu adalah Islam. Kenapa ini bisa terjadi? Itu
karena banyak orang tidak paham tentang Islam. Ini tidak hanya menimpa orang
awam saja tetapi juga para intelektualnya.
Maka dirasa
sangat perlu untuk dimengerti oleh setiap orang akan pengertian Islam agar orang
tidak salah paham dan itu mesti diambil dari sumber aslinya yakni Al-Qur’an,
bukan dari pendapat-pendapat orang atau yg lainnya. Dan tidak mungkin Alloh
tidak menjelaskan secara tersurat maupun tersirat di dalam Al-Qur’an dalam
perkara ini.
Dan saya disini
mencoba memberikan penjelasannya tentang islam baik dari pengertiannya, tujuan
nya, dan semoga maklah ini bisa membantu teman-teman dalam memahami tentang
islam.
BAB II
PENAFSIRAN SURAT ALI-IMRON AYAT 19
¨bÎ) úïÏe$!$# yYÏã «!$# ÞO»n=óM}$# 3 $tBur y#n=tF÷z$# úïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# wÎ) .`ÏB Ï÷èt/ $tB ãNèduä!%y` ÞOù=Ïèø9$# $Jøót/ óOßgoY÷t/ 3 `tBur öàÿõ3t ÏM»t$t«Î/ «!$# cÎ*sù ©!$# ßìÎ| É>$|¡Ïtø:$# ÇÊÒÈ
19. Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang Telah diberi Al Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, Karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.
A. Ma’anil Mufrodat
úïÏe$!$bÎ) : Sesungguhnya agama
!$#YÏã : (yang diridhai) disisi Allah
O»n=óM}$ : hanyalah Islam
úïÏ%©!$#n=tF÷z$#$tBur : tiada berselisih orang-orang
=»tGÅ3ø9$#qè?ré& : yang Telah diberi Al Kitab
wÎ) : kecuali
Où=Ïèø9$Nèduä!%y`$tB÷èt/`ÏB : sesudah datang pengetahuan kepada mereka
OßgoY÷t/$Jøót/ : Karena kedengkian (yang ada) di antara mereka
!$M»t$t«Î/àÿõ3t`tBur : barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah
>$|¡Ïtø:$# ìÎ| !$cÎ*sù : Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.
B. Tafsir Dan Asbabun Nuzul Surat Ali-Imron Ayat 19
Pada ayat ini Allah menerangkan agama yang diakui Nya
hanyalah agama Islam yaitu agama tauhid, agama yang mengesakan Allah SWT. Allah
menerangkan bahwasanya agama yang sah di sisi Allah hanyalah Islam . Semua
agama dan syariat yang dibawa nabi-nabi terdahulu intinya satu, ialah
"Islam" yaitu berserah diri kepada Allah Yang Maha Esa, menjunjung
tinggi perintah-perintah Nya dan berendah diri kepada Nya walaupun
syariat-syariat itu berbeda di dalam beberapa kewajiban ibadah dan
lain-lain.
Maka yang dinamakan orang Islam yang benar ialah orang yang
ikhlas di dalam melaksanakan segala amalnya, serta kuat imannya lagi bersih
dari syirik.
Allah
mensyariatkan agama untuk dua macam tujuan:
- Membersihkan jiwa manusia dan akalnya daripada kepercayaan yang tidak benar seperti mengakui adanya kekuasaan gaib pada makhluk Allah.
- Memperbaiki jiwa manusia dengan amal perbuatan yang baik dan memurnikan keikhlasan kepada Allah.
Kemudian Allah menggambarkan perselisihan para ahli kitab
tentang agama yang sebenarnya.
Sebenarnya mereka tidaklah keluar dari agama Islam, agama
tauhid yang dibawa oleh para nabi-nabi, seandainya pemimpin-pemimpin mereka
tidak berbuat aniaya dan melampaui batas sehingga mereka berpecah belah menjadi
bermazhab-mazhab serta membunuh nabi-nabi. Perpecahan dan peperangan di antara
mereka tidak patut terjadi karena mereka adalah satu agama Tetapi karena
kedengkian di antara pemimpin-pemimpin mereka, dan dukungan mereka terhadap
satu mazhab untuk mengadakan mazhab yang lain, timbullah perpecahan itu.
Perpecahan itu bertambah sengit setelah pemimpin-pemimpin itu menyesatkan
lawannya dengan jalan menafsirkan nash-nash agama menurut hawa nafsu
mereka.
Sejarah telah membuktikan, bahwa raja-raja dan
pendeta-pendetalah yang telah memecah belah agama masehi, sehingga menjadi
beberapa mazhab yang saling bertentangan.
Arius, seorang pemimpin kaum Nasrani, dan
pengikut-pengikutnya yang mengajak umat Masehi kembali kepada tauhid telah
dijatuhi hukuman sebagai orang mulhid (kafir) Dan kitab-Kitabnya dibakar dan
ajaran-ajarannya dilarang berdasarkan persidangan yang dibentuk oleh
Konstantien pada tahun 325 M.
Ketika ajaran Arius berkembang dalam masyarakat,
pengikut-pengikut Arius dimusnahkan oleh Theodosius II, berdasarkan
undang-undang yang dikeluarkan pada tahun 628 M. Maka dengan demikian
mazhab-mazhab Trinitas tetap berkembang, dan tetap saling bertentangan.
Di akhir ayat ini Allah mengancam orang-orang yang kafir
kepada ayat-ayat Nya dengan menandaskan hukuman yang akan ditimpakan kepada
mereka.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Islam
Orang sering salah paham terhadap Islam. Kadangkala suatu
keyakinan dan perbuatan dianggap sebagai Islam ternyata bukan Islam dan
kadangkala suatu keyakinan dan perbuatan dianggap bukan Islam ternyata itu
adalah Islam. Kenapa ini bisa terjadi? Itu karena banyak orang tidak paham
tentang Islam. Ini tidak hanya menimpa orang awam saja tetapi juga para
intelektualnya. Maka dirasa sangat perlu untuk dimengerti oleh setiap orang
akan pengertian Islam agar orang tidak salah paham dan itu mesti diambil dari
sumber aslinya yakni Al-Qur’an, bukan dari pendapat-pendapat orang atau yg
lainnya. Dan tidak mungkin Alloh tidak menjelaskan secara tersurat maupun tersirat
di dalam Al-Qur’an dalam perkara ini. Dan saya telah menemukan penjelasannya.
Kata Islam itu berasal dari bahasa Arab al-islam.
Kata al-islam ada di dalam Al-Qur’an dan di dalamnya terkandung pula
pengertiannya, diantaranya dalam surat Ali Imron
(3) ayat 19 dan surat
Al-Maidah (5) ayat 3. Apa yang dapat kita pahami dari kedua ayat itu?.
Al-Qur’an surat
Ali Imron (3) ayat 19, lafalnya, “ innad-dina ‘indallohil-islam…”,
artinya, ” sesungguhnya ad-din (jalan hidup) di sisi Alloh (adalah) al-islam…”.
Ayat ini dengan jelas sekali menyatakan bahwa al-islam adalah nama
suatu ad-din (jalan hidup) yang ada di sisi Alloh (‘indalloh).
Ad-din (jalan hidup) itu berupa bentuk-bentuk keyakinan (al-’aqidatu)
dan perbuatan (al-’amalu) yang ada pada seseorang, maka pastilah
setiap orang memiliki suatu ad-din tertentu.
Al-Islam sebagai suatu ad-din yang ada di
sisi Alloh tentu berupa bentuk-bentuk keyakinan dan perbuatan yang ditetapkan
Alloh dan berasal dari Alloh, bukan hasil pemikiran manusia, makanya dinamakan dinulloh
(QS 110 ayat 2). Maka itu berarti al-islam merupakan suatu ad-din
yang ditetapkan oleh Alloh untuk manusia, yang merupakan petunjuk dari Alloh (huda
minalloh) (QS 28 ayat 50) yang diberikan kepada manusia yang
dikehendaki-Nya.
Oleh karena al-islam dari Alloh dan sementara
itu dikatakan dalam surat
Al-Baqoroh (2) ayat 147 bahwa al-haqqu (kebenaran) itu dari
Alloh maka pasti al-islam itulah yang dimaksud dengan al-haqqu
yang dari Alloh itu. Dan karena al-islam itu dari Alloh dan sementara
itu di dalam Al-Qur’an surat
Al-A’rof (7) ayat 16 dikatakan bahwa ash-shirothol-mustaqim
(jalan yang harus ditegakkan) itu dari Alloh, maka pastilah juga yang dimaksud
dengan ash-shirothol-mustaqim yang berasal dari Alloh itu. Lalu
bagaimana al-islam bisa sampai kepada manusia? Ya tentu hanya melalui
wahyu beserta penjelasannya yang diberikan/diturunkan Alloh kepada para nabi
dan utusan-Nya dari Adam as hingga Muhammad saw (sebagai nabi dan utusan Alloh
yang terakhir).
Al-islam dalam bentuknya yang final (sempurna) tentu
diberikan/diturunkan kepada nabi dan utusan Alloh yang terakhir, Muhammad saw,
melalui Al-Qur’an beserta penjelasannya (QS 75 ayat 19). Oleh karena
berasal dari Alloh tentu diridhoi Alloh.
Lalu Al-Qur’an surat
Al-Maidah (5) ayat 3, lafalnya,”…al-yauma akmaltu lakum dinakum wa atmamtu
‘alaikum ni’mati wa rodhitu lakumul-islama dina…”. Kata “ al-yauma
” artinya ” pada hari ini”, yakni hari turunnya ayat ini yaitu pada hari jum’at
di padang
Arofah setelah waktu Ashr pada waktu Muhammad saw melakukan haji wada’. Lalu
kalimat ” akmaltu lakum dinakum “, artinya, ” telah Aku sempurnakan
untuk kalian ad-din kalian “. Kata kalian dalam frasa ” ad-din
kalian ” yang dimaksud adalah Muhammad saw dan para sahabatnya karena ayat ini
turun kepada mereka dan berkaitan dengan mereka, jadi ” ad-din kalian
” maksudnya dinu Muhammadin saw dan para sahabat yang berupa
bentuk-bentuk keyakinan (al-’aqidatu) dan perbuatan (al-’amalu)
yang ada pada Muhammad saw (secara individu) dan para sahabat (secara
komunitas) yang merupakan penerapan, tafsir, penjelasan dari pada Al-Qur’an
atas petunjuk langsung dari Alloh swt yang mana dari-Nya al-islam itu
berasal (QS 3 ayat 19).
Hal ini karena Muhammad saw hanyalah mengikuti apa yang
diwahyukan kepadanya dari Alloh, yakni Al-Qur’an, (QS 6ayat 106, QS 10 ayat 15,
QS 46 ayat 9) dan Alloh memberi petunjuk kepada Muhammad saw bagaimana
mengamalkan/menerapkan, menafsirkan, menjelaskan Al-Qur’an tersebut (QS 75 ayat
19), maka terbentuklah suatu bentuk keyakinan (al-’aqidatu) dan
perbuatan (al-’amalu) atau jalan hidup atau ad-din yang ada
pada Muhammad saw sehingga Aisyah ra mensifati Muhammad saw dengan perkataan “kana
khuluquhul-qur’an” yang artinya ” Akhlak dia (Muhammad saw) adalah
Al-Qur’an”. Dan para sahabat adalah sekelompok orang yang paling baik mengikuti
Muhammad saw (QS 3 ayat 31, QS 7 ayat 3 ) karena perkataan mereka “sami’na
wa atho’na“, yang artinya ” Kami mendengar dan kami taat” (QS 2 ayat 185,
QS 5 ayat 7, QS 24 ayat 51). Karenanya dikatakan ” telah Aku sempurnakan untuk
kalian ad-din kalian “. Lalu kalimat “ wa rodhitu lakumul-islama
dina “, yang artinya, ” dan Aku telah ridho al-islam sebagai ad-din
bagi kalian”. Dalam kalimat ini Alloh menyebut dinu Muhammadin saw dan
para sahabat (jalan hidup Muhammad saw dan para sahabat) itu dengan sebutan
al-islam.
Dan oleh karena dalam ayat ini digunakan kata “ad-din“,
kata dalam bentuk tunggal dan jamaknya adalah “al-adyan“, maka ini
berarti dinu Muhammadin saw dan para sahabat itu satu, sama. Dan oleh
karena Muhammad saw adalah pihak yang menerima wahyu ( Al-Qur’an ) beserta
penjelasannya ( QS 75 ayat 16-19) dan Beliau saw mengamalkan dengan sempurna
wahyu yang diterimanya (QS 33 ayat 2) dan para sahabat adalah orang yang paling
bersemangat dalam mengikuti Beliau saw ( QS 3 ayat 31) dan mereka adalah
rujukan utama dalam memahami al-islam bagi orang-orang yang hidup
setelah mereka (QS 9 ayat 100), maka al-islam itu tiada lain pastilah dinu
Muhammadin saw atau millatu Muhammad saw atau
sunnatu Muhammadin saw atau jalan hidup Muhammad saw
(tapi bukan Beliau saw yg membikin) atau yang sering disebut
orang dengan as-sunnah.
Jadi al-islam itu adalah as-sunnah dan as-sunnah
adalah al-islam. Maka suatu keyakinan dan perbuatan yang tidak ada di
dalam as-sunnah tidak bisa disebut sebagai al-islam. Dan yang
lebih memperjelas akan hal ini adalah sabda Muhammad saw, lafalnya, ” man
‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amruna fahuwa roddun “, artinya, ” Barang
siapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada pada kami ( yakni Beliau
saw dan para sahabat ) maka ( amalan itu ) tertolak ” (HR Muslim dari “Aisyah
ra ). Kenapa tertolak? karena itu berarti bukan al-islam dan Alloh
hanya hanya menerima al-islam (QS 3 ayat 85).
Muhammad saw dan para sahabat adalah sekelompok orang yang
paling paham al-islam dan karenanya mereka dipuji oleh Alloh dengan
sebutan ” khoiru ummah ” (umat yang terbaik) (QS 3 ayat 110). Sebutan
itu diberikan bukan karena kemajuan teknologi atau apa, tapi lebih disebabkan
oleh karena mereka meyakini dan mengamalkan al-islam dengan
sebaik-baiknya.
Kita yang hidup di zaman sekarang mengetahui al-islam
hanya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang tercatat di dalam hadits-hadits yang
shohih. Sehingga dengan mudah kita dapat mengetahui apakah keyakinan atau
perbuatan itu termasuk al-islam atau bukan kalau kita tahu banyak
tentang Al-Qur’an dan hadits-hadits yang shohih. Kalau ada dasarnya di dalam
Al-Qur’an dan as-sunnah yang ditunjukan dengan hadits yang shohih sudah pasti
itulah al-islam. Kalau tidak ada dasarnya bagaimana bisa dinamakan al-islam?
B. Tujuan Islam
Tujuan Islam diwahyukan adalah untuk membimbing, menuntun, dan menolong
manusia agar ia bisa mengetahui asal-usulnya, makna keberadaannya di
tengah-tengah alam semesta, dan tujuan akhirnya yang sebenarnya.
1). Islam mengajarkan bahwa manusia barasal dari Allah, berada dalam
kekuasaan Allah, dan kembali kepada Allah. Sesungguhnya kita berasal dari Allah
dan kepada-Nyalah kita kembali (QS Al-Baqarah [2] : 156).Berasal dari Allah
artinya kita diciptakan Allah, berada dalam kekuasaan Allah berarti kita tidak
pernah terpisah dari Allah, terlepas dari Allah, dan berdiri sendiri diluar
Allah.
Sedangkan kembali kepada Allah berarti kembali ke asal mula, kembali kepada Yang Mutlak, Tak Terbatas, dan Yang Esa, yaitu Allah, karena memang tiada sesuatu pun yang berada di luar Yang Mutlak.
Sedangkan kembali kepada Allah berarti kembali ke asal mula, kembali kepada Yang Mutlak, Tak Terbatas, dan Yang Esa, yaitu Allah, karena memang tiada sesuatu pun yang berada di luar Yang Mutlak.
2). Islam mengajarkan bahwa Allah itu Pencipta, Pemilik, Penguasa,
Pengatur, Pemelihara, Penjaga, dan Yang Mengurus segala sesuatu yang ada di
alam semesta (QS Al Faatihah [1] : 2). Oleh sebab itu, juga tiada sesuatu pun
yang terlepas dari pengaturan, pemeliharaan, dan penjagaan allah.
3). Islam mengajarkan bahwa Allah itu memberi manusia petunjuk,
bimbingan, tuntunan, pertolongan, dan perlindungan. Petunjuk Allah itu ada yang
langsung dan tidak langsung. Petunjuk Allah yang tidak langsung itu melalui
para malaikat-Nya kitab suci-Nya, para rasul, nabi, dan wali-Nya.Sedangkan
bimbingan Allah secara langsung itu melalui hidayah, ilham dan wahyu khusus
untuk nabi dan rasul-Nya.
4). Islam mengajarkan bahwa Allah itu menurunkan hujan, memberi manusia
rezeki, menyembuhkan penyakit (yang bisa menyembuhkan bukan dokter, dokter
hanya bisa memberi resep), dan menyelamatkan manusia, dan yang selain Allah itu
tidak bisa mendatangkan mudarat dan manfaat tanpa seizin allah.
5). Islam mengajarkan bahwa allah itu dekat dengan manusia......... Dan
apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang AKU, maka (jawablah) bahwa AKU dekat
(QS Al-Baqarah [2] : 186). Allah itu selalu bersama kita dimana pun kita
berada..., "Dan DIA bersama kamu dimana saja kamu berada" (QS Al
Hadiid [57] : 4).
6). Islam mengajarkan bahwa Allah itu berada dimana-mana, sehingga kita
bisa menyaksikan Allah dimana pun kita berada. "Dan kepunyaan Allah-lah
timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap disitulah wajah Allah" (QS
Al Baqarah [2] : 115). Wajah Allah itu jangan dibayangkan secara fisik berupa
mata, hidung, mulut, dan telinga seperti manusia, karena Allah bukanlah benda
fisik seperti manusia, tetapi dipahami sebagai wujud Allah, sehingga kita bisa
menemukan wujud Allah dimana pun kita berada.
7). Islam mengajarkan bahwa Allah itu berbicara (berfirman), mengajak
kita berbicara, mendengarkan doa, mengabulkan doa kita dan memerintahkan kita
berdoa. Dan Tuhan-mu berfirman, "Berdoalah kepada-KU, niscaya
KU-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang yang menyombongkan diri dari
menyembah-KU (tidak mau berdoa kepada-KU) akan masuk neraka jahannam dalam
keadaan hina dina (QS Al-Mu'min/Ghaafir [40] : 60). Neraka Jahannam itu
juga bisa dipahami sebagai simbol azab, siksa, dan penderiaan, sehingga orang
yang tidak mau berdoa itu pasti selalu tersiksa dan menderita.
8). Islam mengajarkan bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi
ini milik Allah. Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang ada di
bumi(QS An-Nisa' [4] : 126; QS Al Baqarah [2] : 255).
Sebagai pemilik sagala yang ada, Allah mengatur, menentukan dan menggunakansegala apa yang dimiliki-Nya sesuai dengan kehendak-Nya, sesuai dengan ilmu-Nya dan juga sesuai dengan sunatullah yang ditetapkan-Nya.
Sebagai pemilik sagala yang ada, Allah mengatur, menentukan dan menggunakansegala apa yang dimiliki-Nya sesuai dengan kehendak-Nya, sesuai dengan ilmu-Nya dan juga sesuai dengan sunatullah yang ditetapkan-Nya.
9). Islam mengajarkan bahwa segala yang ada itu wujudnya bergantung pada
Allah. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.(QS
Al Ikhlaash [112] : 2).Jika segala sesuatu bergantung pada Allah, maka dengan
sendirinya juga tiada sesuatu pun selain Allah itu yang berdiri sendiri
terpisah dan terlepas dari Allah, berada diluar Allah, dan berhadap-hadapan
dengan Allah.
Kebenaran ajaran Islam yang diwahyukan itu pada gilirannya bisa
mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa keberadaannya yang hanya sekejap di
dunia ini mempunyai tugas, kewajiban dan tanggung jawab yang telah ditentukan
dan ditetapkan oleh Allah, yaitu untuk beribadah dengan cara tunduk, menyerah,
mau diperintah dan mau melaksanakan perintah-Nya (QS Adz-Dzaariyaat [51] : 56).
Sedangkan tanggung jawabnya adalah sebagai khlifah, sebagai wakil Allah di muka
bumi, sebagai pelaksana kehendak Allah dan juga sebagai pemimpin, baik pemimpin
bagi dirinya sendiri, maupun bagi sesama makhluk lainnya (QS Al Baqarah [2] :
30).
Dengan demikian, jelaslah bahwa tujuan Islam diwahyukan adalah agar manusia bisa mengenal Allah dengan segala keagungan, kebesaran, dan kekuasaan-Nya, serta petunjuk, perintah, pertolongan dan perlindungan-Nya.Tugas, kewajiban dan tanggung jawab manusia adalah mewujudkan ajaran Islam itu dalam kehidupan nyata, sehingga Islam bisa menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta (rahmatan lil 'alamin).
Semoga Allah memberi kita kekuatan dan kesanggupan serta memudahkan kita untuk bisa melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya. Amin Ya Rabbal 'Alamin.
Dengan demikian, jelaslah bahwa tujuan Islam diwahyukan adalah agar manusia bisa mengenal Allah dengan segala keagungan, kebesaran, dan kekuasaan-Nya, serta petunjuk, perintah, pertolongan dan perlindungan-Nya.Tugas, kewajiban dan tanggung jawab manusia adalah mewujudkan ajaran Islam itu dalam kehidupan nyata, sehingga Islam bisa menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta (rahmatan lil 'alamin).
Semoga Allah memberi kita kekuatan dan kesanggupan serta memudahkan kita untuk bisa melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya. Amin Ya Rabbal 'Alamin.
C. Analisa Penulis
HIDUP ini sebuah misteri dan penuh rahasia! Manusia memiliki
keterbatasan dalam memahami makna hidup. Pada umumnya, manusia tidak mengetahui
banyak hal tentang sesuatu, yang mereka ketahui hanyalah realitas yang nampak
saja (Q.S 30: 6-7). Tidak ada seorang pun yang tahu berapa lama ia akan hidup,
di mana ia akan mati, (Q.S 31: 34) dalam keadaan apa ia akan mati, dan dengan
cara apa ia akan mati, sebagian manusia menyangka bahwa hidup ini hanya satu
kali dan setelah itu mati ditelan bumi. Mereka meragukan dan tidak percaya
bahwa mereka akan dibangkitkan kembali setelah mati (Q.S An-Naml: 67). Adapun
mengenai kepercayaan adanya kehidupan setelah mati pandangannya sangat beragam
tergantung pada agama dan kepercayaan yang dipeluk dan diyakini.
Islam menjelaskan makna hidup yang hakiki melalui
perbandingan dua ayat yang sangat kontras, seperti dicontohkan di dalam
Alquran. Seorang yang telah mati menurut mata lahir kita, bahkan telah terkubur
ribuan tahun, jasadnya telah habis dimakan cacing dan belatung lalu kembali
menjadi tanah, namanya sudah hampir dilupakan orang. Tetapi yang mengherankan,
Allah SWT memandangnya masih hidup dan mendapat rezeki di sisi-Nya serta
melarang kepada kita menyebut mati kepada orang tersebut. Hal ini dapat kita
lihat dalam (Q.S 3: 169). "Janganlah kalian menyangka orang-orang yang
gugur di jalan Allah itu telah mati, bahkan mereka itu hidup dan mendapat
rezeki di sisi Allah." Sebaliknya ada orang yang masih hidup menurut mata
lahir kita, masih segar-bugar, masih bernapas, jantungnya masih berdetak,
darahnya masih mengalir, matanya masih berkedip, tetapi justru Allah
menganggapnya tidak ada dan telah mati, seperti disebutkan dalam firmannya
"Tidak sama orang yang hidup dengan orang yang sudah mati. Sesungguhnya
Allah SWT mendengar orang yang dikehendaki-Nya, sedangkan kamu tidak bisa
menjadikan orang-orang yang di dalam kubur bisa mendengar," (QS Al-Fathir
22). Maksud ayat ini menjelaskan Nabi Muhammad tidak bisa memberi petunjuk
kepada orang-orang musyrikin yang telah mati hatinya.
Dua ayat ini memberikan perbandingan yang terbalik, di satu
sisi orang yang telah mati dianggap masih hidup, dan di sisi lain orang yang
masih hidup dianggap telah mati. Lalu apa hakikat makna hidup menurut Islam?
Seorang filusuf Yunani Descartes pernah mendefinisikan,
manusia ada dan dinyatakan hidup di dunia bila ia melakukan aktivitas berpikir.
Kemudian Karl Marx menyatakan, manusia ada dan dinyatakan hidup jika manusia
mampu berusaha untuk mengendalikan alam dalam rangka mempertahankan hidupnya.
Sedangkan Islam menjelaskan manusia ada dan dianggap hidup jika ia telah
melakukan aktivitas "jihad" seperti yang telah dijelaskan oleh Allah
SWT dalam Q.S. Ali Imron: 169 di atas. Tentu saja jihad dalam pengertian yang
sangat luas. Jihad dalam pengertian bukan hanya sebatas mengangkat senjata
dalam peperangan saja, tetapi jihad dalam konteks berusaha mengisi hidup dengan
karya dan kerja nyata. Jihad dalam arti berusaha memaksimalkan potensi diri
agar hidup ini berarti dan bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat, dan
bangsa. Misalnya, seseorang yang berusaha mencari dan menemukan energi
alternatif ketika orang sedang kesulitan BBM itu juga sudah dipandang jihad
karena ia telah mampu memberikan manfaat kepada orang lain. Seseorang yang
keluar dari sifat malas, kemudian bekerja untuk memerangi kemiskinan,
kebodohan, itu juga termasuk jihad karena ia telah mampu mengalahkan hawa
nafsunya sendiri, dan bukankah ini jihad yang paling besar karena Rasulullah
sendiri menyatakan bahwa jihad yang paling akbar adalah melawan hawa nafsu
sendiri.
Hidup dalam pandangan Islam adalah kebermaknaan dalam
kualitas secara berkesinambungan dari kehidupan dunia sampai akhirat, hidup
yang penuh arti dan manfaat bagi lingkungan. Hidup seseorang dalam Islam diukur
dengan seberapa besar ia melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai manusia hidup
yang telah diatur oleh Dienull Islam. Ada
dan tiadanya seseorang dalam Islam ditakar dengan seberapa besar manfaat yang
dirasakan oleh umat dengan kehadiran dirinya. Sebab Rasul pernah bersabda
"Sebaik-baiknya manusia di antara kalian adalah yang paling banyak
memberikan manfaat kepada orang lain. (Alhadis). Oleh karena itu, tiada
dipandang berarti (dipandang hidup) ketika seseorang melupakan dan meninggalkan
kewajiban-kewajiban yang telah diatur Islam.
Dengan demikian, seorang muslim dituntut untuk senantiasa
meningkatkan kualitas hidup sehingga eksistensinya bermakna dan bermanfaat di
hadapan Allah SWT, yang pada akhirnya mencapai derajat Al-hayat Al-thoyyibah
(hidup yang diliputi kebaikan). Untuk mencapai derajat tersebut maka setiap
muslim diwajibkan beribadah, bekerja, berkarya berinovasi atau dengan kata lain
beramal saleh. Sebab esensi hidup itu sendiri adalah bergerak (Al-Hayat)
kehendak untuk mencipta (Al-Khoolik), dorongan untuk memberi yang terbaik
(Al-Wahhaab) serta semangat untuk menjawab tantangan zaman (Al-Waajid).
Makna hidup yang dijabarkan Islam jauh lebih luas dan
mendalam dari pada pengertian hidup yang dibeberkan Descartes dan Marx. Makna
hidup dalam Islam bukan sekadar berpikir tentang realita, bukan sekadar
berjuang untuk mempertahankan hidup, tetapi lebih dari itu memberikan
pencerahan dan keyakinan bahwa. Hidup ini bukan sekali, tetapi hidup yang
berkelanjutan, hidup yang melampaui batas usia manusia di bumi, hidup yang harus
dipertanggungjawabkan di hadapan sang Kholik. Setiap orang beriman harus
meyakini bahwa setelah hidup di dunia ini ada kehidupan lain yang lebih baik,
abadi dan lebih indah yaitu alam akhirat (Q.S. Adl-dluha: 4).
Setiap muslim yang aktif melakukan kerja nyata (amal saleh),
Allah menjanjikan kualitas hidup yang lebih baik seperti dalam firmannya
"Barang siapa yang melakukan amal saleh baik laki-laki maupun wanita dalam
keadaan ia beriman, maka pasti akan kami hidupkan ia dengan al-hayat al-thoyibah
(hidup yang berkualitas tinggi)." (Q.S. 16: 97). Ayat tersebut dengan
jelas sekali menyatakan hubungan amal saleh dengan kualitas hidup seseorang.
Salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah
pengakuan dari komunitas manusia yang disebut masyarakat. Betapa menderitanya
seseorang, sekalipun umpamanya ia seorang kaya raya, berkedudukan, mempunyai
jabatan, namun masyarakat di sekitarnya tidak mengakui keberadaannya bahkan
menganggapnya tidak ada, antara ada dan tiada dirinya tidak berpengaruh bagi masyarakat.
Dan hal ini adalah sebuah fenomena yang terjadi pada masyarakat muslim.
Terlebih rugi lagi jika keberadaan kita tidak diakui oleh Allah SWT, berarti
alamat sebuah kemalangan yang akan menimpa. Ketika usia kita tidak menambah
kebaikan terhadap amal-amal, ketika setiap amal perbuatan tidak menambah
dekatnya diri dengan Sang Pencipta, berarti hidup kita sia-sia belaka. Allah
menganggap kita sudah mati sekalipun kita masih hidup.
Oleh karena itu, seorang muslim "diwajibkan" untuk
mengaktualisasikan dirinya dalam segenap karya nyata (amal saleh) dalam
kehidupan. "Sekali berarti, kemudian mati" begitulah sebaris puisi
yang diungkapkan penyair terkenal Chairil Anwar. Walaupun ia meninggal dalam
keadaan masih muda dan telah lama dikubur di pemakaman Karet Jakarta, tetapi
nama dan karya-karyanya masih hidup sampai sekarang. Kalau Chairil Anwar telah
"berjihad" selama hidupnya di bidang sastra. Bagaimana dengan kita?
Mari berjihad dengan amal saleh di bidang-bidang yang lain. Agar kita dipandang
hidup oleh Allah SWT. Amin
BAB
IV
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas maka Islam sebagai sebuah nama dari nama agama
tidak diberikan oleh para pemeluknya melainkan kata “Islam” pada kenyataannya
dicantumkan dalam Quran, yaitu:
1. “Wa radhitu
lakum al-Islama dinan” artinya “Dan Allah mengakui bagimu Islam sebagai Agama”
2. “Inna’
ddina inda ilahi al Islam” artinya “Sesungguhnya agama disisi Allah adalah
Islam”.
Dari pengertian Islam tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan adanya 3 aspek, yaitu:
1.Aspek vertikal: Aspek vertikal mengatur antara makhluk dengan kholiknya (manusia
dengan Tuhannya). Dalam hal ini manusia bersikap berserah diri pada Allah.
2.Aspek horisontal: Aspek horisontak mengatur hubungan antara manusia dengan
manusia. Islam menghendaki agar manusia yang satu menyelamatkan, menentramkan
dan mengamankan manusia yang lain.
3.Aspek batiniah: Aspek batiniah mengatur ke dalam orang itu sendiri, yaitu supaya
dapat menimbulkan kedamaian, ketenangan batin maupun kematapan rohani dan mental.
DAFTAR PUSTAKA
Imarah,
Musthafa Muhammad, Terjemah Jawahirul Bukhari, Rajamurah Alqonaah, Semarang, 1979.
Baqi,
Muhammad Fuad ‘Abdul, Al-lu’lu’ wal marjan, terjemahan H.Salim Bahreisy,
pt.bina ilmu, Surabaya,
1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar