SEJARAH DAKWAH
DAKWAH PADA MASA ORDE BARU
DOSEN : DRS. ABDUL SYUKUR
DI SUSUN OLEH :
MUHAMMAD NASIR 1041020037 (PMI)
FAKULTAS DAKWAH
IAIN RADEN INTAN LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis telah panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
sang Pencipta alam semesta, manusia, dan kehidupan beserta seperangkat
aturan-Nya, karena berkat limpahan rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan tema “DAKWAH PADA
MASA ORDE BARU” yang sederhana ini dapat
terselesaikan tidak kurang daripada waktunya.
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi
salah satu dari sekian kewajiban mata kuliah Sejarah Dakwah serta merupakan
bentuk langsung tanggung jawab penulis pada tugas yang diberikan.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Bpk.Drs. Abdul Syukur selaku dosen mata kuliah Sejarah
Dakwah serta semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan dimana penulis pun sadar
bawasannya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah Azza Wa’jala hingga dalam
penulisan dan penyusununnya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penulis nanti dalam upaya
evaluasi diri.
Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidak sempurnaan
penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat
memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca, dan bagi seluruh
mahasiswa-mahasiswi IAIN Fakultas
Dakwah. Amien ya Rabbal ‘alamin.
Wassalalam,
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ……………………………………………………………… i
KATA
PENGANTAR ……………………………………………………………. ii
DAFTAR
ISI ……………………………………………………………………… iii
BAB
I PENDAHULUAN ………………………………………………………… 1
1. Latar belakang …………………………………………………………… 1
BAB
II PEMBAHASAN …………………………………………………………. 3
A. Sejarah Dakwah Setelah
Kemerdekaan………………………………….. 3
a.
Sejarah Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
………………………… 3
b.
Dakwah Pada Masa Orde Baru ……………………………………….. 6
BAB
III PENUTUP ……………………………………………………………….. 9
1. Kesimpulan ………………………………………………………………. 9
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama
dakwah, artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif
melakukan kegiatan dakwah, bahkan maju mundurnya umat islam sangat bergantung
dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukannya. Dakwah adalah
suatu aktifitas atau kegiatan yang bersifat menyeru atau mengajak kepada orang
lain unutk mengamalkan ajaran islam. Dakwah merupakan suatu prosespenyampaian
ajaran islam yang dilakukan secara sadar dan sengaja.Aktifitas kegiatan dakwah
dilakukan dengan berbagai cara atau metode dan direncanakan dengan tujuan
mencari kebahagian hidup dengan dasar keridhoan Allah SWT.
Dari keterangan di
atas maka Pentingnya mempelajari sejarah dakwah ini bagi para da’I, karena
sebagai suatu pedoman, pegangan tamsil, dan tolak ukur agar para da’I bisa
mencapai suatu keberhasilan dan menyebar luaskan dan meningkatkan mutu islam
itu sendiri.Suatu pesan yang disampaikan, yang mana mendapat respon yang baik
dari para mad’u tersebut bila mana seorang da’I mengetahui, memahami dunia
dakwah tersebut baik meliputi sosiologi dakwah, psikologu dakwah dan sejarah
keda’waan.
Berbagai
rintangan, hambatan dalam menyampaikan dakwah ini tidak sedikit dari anbiya’.
Merasakannya. Seperti halnya nabi Muhammad SAW, begitu halnya masa setelah
beliau yakni masa Khulafa’ur rosyidin, bani umayah, sampai masa saat ini,
mereka tetap melaksanakan dakwah tersebut (menyampaikan Islam keseluruh dunia)
dan akhirnya mereka pun berhasil dan pada pembahasan ini, masa setelah dakwah
sebelum kemerdekaan yakni pada masa penjajahan, kami berusaha untuk mengmbil
tamsil dari perjuangan mereka.
Dengan pengertian
dakwah diatas, otomatis dakwah sudah ada sejak islam masuk negara kita. Maka
dari sini kami pemakalah mencoba untuk menjelaskan dakwah-dakwah yang ada
sesudah kemerdekaan dan pada masa orde lama supaya lita bisa mengetahui betapa
semangatnya mereka semua dalam menyebarkan ajaran-ajaran islam pada masa dahulu
dan dengan adanya makalah ini kami berharap untuk bisa menanamkan motivasi dan
semangat pada para Da’i untuk menyebarkan ajaran yang mulia yakni agama islam.
B. Rumusan Masalah
a) Bagaimana dakwah yang dilakukan pada
masa setelah kemerdekaan?
b) Apa saja tantangan yang dihadapi oleh
para Da’i pada masa setelah kemerdekaan?
c) Bagaimana dakwah dilakukan pada masa
orde lama sampai ke masa orde baru?
d) Kendala apa saja yang dihadapi para
Da’i dalam penyebaran ajaran islam pada masa orde lama sampai orde baru?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Dakwah Setelah Kemerdekaan
a). Sejarah Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia
(dewan da’wah).
Masa orde lama
(1959-1965) tercatat sebagai masa paling gelap dalam sejarah kehidupan
kebangsaan indonesia. persiden sukarno mencanangkan konsepsi presiden yang
secara operarional terwujud dalam bentuk demokrasi terpimpin. demokrasi
terpimpin memusatkan seluruh kekuasaan ditangan presiden. para pemimpin
nasional mochtar lubus, k.h. isa anshari, mr. assaat, Mr. Sjafruddin
Prawiranegara, Boerhanoeddin Harahap, S.H., M. Yunan Nasution, Buya Hamka, Mr,
Kasman Singodimedjo dan K.H E.Z. Muttaqin yang bersikap kritis terhadap politik
demokrasi terpimpin, ditangkap dan dipenjarakan tanpa proses pengadilan. puncak
dari masa penuh kegelapan itu ialah pecahnya peberontakan berdarah g.30.s/pki.
Sudah seluruh
kekuatan bangsa yang antikomunis bangkit menghancurkan pemberontakan tersebut,
datanglah zaman baru yang membawa banyak harapan. yaitu era orde baru yang
bertekad melaksanakan pancasila dan uud 1945 secara murni dan konsekuen. pada masa
inilah, para pemimpin bangsa yang di penjarakan oleh rezim orde lama,
dibebaskan.
Para pemimpin
nasionali islami yang pada dasarnya tidak dapat duduk berpangku tangan, seperti
mohammad natsir dan prawoto mangkusasmito mulai merancang gagasan untuk berpartisipasi
penuh mendukung pemerintahan orde bari. pada mulanya mereka mengharapkan
pemerintah bersedia merehabilitasi partai politik masyumi yang dipaksa
membubarkan diri oleh presiden sukarno. musyawarah nasional iii persatuan
sarjana hukum indonesia (persahi) menyatakan: “bahwa pembubaran masyumi,
partai sosialis indonesia (psi) dan kesatuan aksi mahasiswa indonesia (kami),
yuridis formal tidak syah, dan yuridis material tidak beralasan”. namun,
pembubaran masyumi, ternyata bukanlah masalah hukum semata-mata. pembubaran
tersebut adalah masalah politik. oleh karena itu ketika permintaan tersebut.
oleh berbagai pertimbangan tidak dapat dipenuhi pemerintah, tokoh-tokoh
nasionalis islami itu tidak ngotot, juga tidak berputus harapan.
Bagi mereka,
aktivitas hidup ini semata-mata dalam rangka beribadah dan berdakwah untuk
meraih keridhaan ilahi, kerceimpung di lapangna politik,bagi mereka merupakan
bagian dari ibadah dan dakwah. maka ketika meria tidak lagi mendapat kesempatan
untuk berkiprah di lapangan politik, jalan ibadah dan dakwah dalam bentuk lain
masih terbuak sangat lebar. dalam kata-kata pak natsir, dulu berdakwah lewat
jalur politik, sekarang berpolitik melalui jalur dakwah.
Demikianlah maka
pada 26 februari 1967, atas undangan pengurus masjid al-munawarah,kapung bali,
tanah abang, jakarta pusat, para alim ulama dan zu’ama berkumpul untuk
bermusyawarah, membahasa, meneliti, dan menilai beberapa masalah, terutama yang
rapat hubungannya dengan usaha pembangunan umat, juga tentang usaha
mempertahankan aqidah didalam kesimpangsiuran kekuatan-keuatan yang ada dalam
masyarakat.
Musyawarah
menyimpulkan dua hal sebagai berikut: menyatakan rasa syukur atas hasil dan
kemajuan yang telah dicapai hingga kini dalam usaha-usaha dakwah yang secara
terus menerus dilakukan oleh beerbagai kalangan umat, yakni para alim ulama dan
para muballiqh secara pribadi, serta atas usaha-usaha yang telah dicapai dalam
rangka organisasi dakwah. Memandang perlu (urgent) lebih ditingkatkan
hasil dakwah hingga taraf yang lebih tinggi sehingga tercipta suatu keselarasan
antara banyaknya tenaga lahir yang dikerahkan dan banyak tenaga batin yang
ddicurahkan dalam rangka dakwah tersebut.
untuk
menindaklanjuti kesimpulan pada butir kedua di atas, musyawarah para ulama dan
zu’ama mengkonstatir terdapatnya berbagai persoalan, antara lain:
(a). Mutu Dakwah yang didalamnya
tercakup persoalan penyempurnaan sistem perlengkapan peralatan, peningkatan
teknik komunikasi, lebih – lebih lagi sangat dirasakan perlunya dalam usaha
menghadapi tantangan (konfrontasi) dari bermacam-macam usaha yang sekarang giat
dilancarkan oleh penganut agama-agama lain dan kepercayaan-kepercayaan (antara
lain faham anti tuhan yang masih merayap di bawah tanah), katolik, protestan,
hindu, budha, dan sebagainya terhadap masyarakat islam
(b). Planning dan Integritasi yang
didalamnya tercakup persoalan-persoalan yang diawali oleh peneliti (research)
dan disusul oleh pengitegrasian segala unsur dan badan-badan dakwah yang telah
ada dalam masyarakat ke dalam suatu kerja sama yang baik dan berencana.
Dalam menampung
masalah-masalah tersebut, yang mengandung cakupan yang cukup luas dan sifat
yang cukup kompleks, maka musyawarah alim ulama itu memandang perlu membentuk
suatu wadah yang kemudian dijelmakan dalam sebuah yayasan yang diberi nama dewan
dakwah islamiyah indonesia disingkat dewan dakwah. pengurus pusat
yayasan ini berkedudukan di ibu kota negara, dan dimungkinkan memiliki
perwakilan di tiap-tiap ibu kota daerah tingkat I serta pembantu perwakilan di
tiap-tiap daerah tingkat II seluruh indonesia.
Dimana perlu dan
dalam keadaan mengizinkan, dewan dakwah dapat tampil mengisi kekosongan, antara
lain menciptakan suatu usaha berbentuk atau bersifat dakwah, usaha mana
sebelumnya belum pernah diadakan, seperti emngadakan pilot projek dalam bidang
dakwah.
Musyawarah alim
ulama juga merumuskan program kerja sebagai penjabaran dari landasan
kebijaksanaan diatas. program kerja tiga pasa itu adalah sebagai berikut:
(a).Mengadakan pelatihan-pelatihan atau
membantu mengadakan pelatihan bagi muballighin dan calon-calon muballghin
(b). Mengadakan research (penelitian) dan
membantu mengadakan penelitian, yang hasilnya dapat segera dimanfaatkan bagi
perlengkapan usaha para muballighin pada umumnya.
(c).Menyebarkan aneka macam penerbitan,
antara lain buku-buku, brosur, dan atau siaran lain yang terutama ditunjukan
untuk memperlengkapi para muballighin dengan ilmu pengetahuan, baik ilmu agama
maupun ilmu pengetahuan umum lainnya, guna meningkatkan mutu dan hasil dakwah.
usaha ini diharapkan dapat mengisi kekosongan-kekosongan di bidang lektur, yang
khusus diperlukan dalam masyarakat.
Peran Dakwah
menjangkau seluruh aspek kehidupan manusia dalam upaya menjadikan, “umat yang
berbahagia di dunia dan berbahagia di akhirat dan terhindar dari siksaan neraka,
dengan izin Allah". Sedangkan politik adalah seni mengatur masyarakat.
Kehidupan politik sering ditandai dengan konflik kepentingan antara kelompok
masyarakat.Umumnya politik berusaha merealisasikan gagasan ideologi, menjadi
realitas sosial yang ideal, menurut wawasan masing‑masing. Kepentingan dimaksud
dapat bersifat politis, ekonomis, kultural, maupun ideologis.
Memperhatikan
perjuangan politik umat Islam di tanah air Indonesia tampak peranan dari
politik Islam mengalami penurunan secara konstan. Sebagai akibat kelemahan
internal dalam tubuh umat. Atau, mengalami penurunan efektivitas peran, sebagai
akibat “erosi fungsional”. Penurunan kualitas umat dikarenakan faktor ikatan
jamaah, unsur kepemimpinan, dan melemahnya ukhuwah.
Faktor eksternal,
utamanya oleh perekayasaan sosial dan politik dari pihak penguasa.
Kecendrungan erosi fungsional dan mengakarnya sifat ketergantungan serta
“hanyut mengikuti arus” lebih menonjol. Bisa jadi karena perekayasaan politik
datang dari luar. Perekayasaan politik oleh pihak yang selalu berupaya
melumpuhkan peranan politik rakyat dan umat Islam khususnya, terasa amat
efektif berlaku sejak awal dasawarsa 1960-an. Kenyataannya tampak pada, proses
pembangunan sangat berorientasi pada aspek ekonomi dan sangat pragmatik.
Langsung maupun tidak langsung, keadaan ini berpengaruh pada proses penumpulan
pandangan ideologis masyarakat Indonesia.
b). Dakwah Pada Masa Orde Baru
Di masa
pemerintahan Soeharto, atau era Orde Baru, secara logika politik, mestinya
Partai Masyumi dan PSI yang jelas-jelas menjadi lawan dari penguasa Orde Lama
itu, sudah semestinya mendapatkan haknya untuk direhabilitir. Apalagi jika
melihat prinsip-prinsip Partai Masyumi, serta garis kejuangan para pemimpin
umat yang memimpin partai Islam terbesar itu, sangat tegas menentang Komunis.
Sementara, Pemerintahan Orde Baru yang hadir sesudah itu, seiring dengan dengan
dibubarkannya partai komunis. Pemerintahan Orde Baru itu, juga disebut sebagai
anti komunis. Maka semestinya, rehabilitasi partai Masyumi untuk kembali hidup
seperti di zaman Orde Baru, tidak ada alasan untuk terhalangi.
Meskipun demikian,
harapan itu tak pernah menjadi kenyataan. Ironisnya, para pemimpin Masyumi
masih tetap disingkirkan. Berbagai intimidasi, masih di arahkan kepada pemimpin
umat Islam itu. Di antaranya, ketika terjadi ”Petisi 50”, yakni pernyataan
keperihatinan oleh pemimpin umat kepada Presiden Soeharto atas pidatonya di
Pekanbaru, telah dijadikan sebagai alat rekayasa pelumpuhan potensi politik
umat Islam. Peristiwa politik itu, telah menumbuhkan dalam tubuh umat bibit
kekecewaan dan kekesalan.
Namun, di antara
umat dan pemimpin masih sanggup bertahan, karena masih tersisanya anti‑toxin di
dalam urat nadi umat. Anti toxin itu adalah keyakinan hidup, wawasan
Iman dan Islam, cinta akan
persatuan bangsa, dan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta
anti komunis, yang tidak pernah kendor dalam hati umat Islam.Memang ada,
sebahagian umat menghadapinya dengan pengendapan secara pasif. Uzlah, sambil
menunggu masa berubah. Ada pula keyakinan, bahwa perubahan pasti datang. Hanya
menunggu waktu ketika. Optiomisme itu, sebenarnya telah menguatkan diri umat.
Tumbuh disiplin dari dalam, dan tidak hanya sekedar tumbuh paksa dari luar.
Atau, bukan pula disiplin, ibarat itik pulang petang, yang berbaris patuh
teratur, di bawah komando sebilah ranting. Disiplin paksaan seperti itu, telah
pernah dicoba diterapkan oleh Demokrasi Terpimpin. Dan paksaan-paksaan
sedemikian itu, tidak diterima oleh ruh umat.
Selama kurun 32
tahun (1966-1998), disiplin yang dipaksakan itu, berlaku di dalam pemerintahan
Presiden Soeharto. Salah satu bukti politiknya, Partai Politik Islam Masyumi,
dan juga PSI tidak pernah mendapatkan kembali halnya untuk dapat hidup kembali.
Inilah, sebuah catatan sejarah. Bila kita amati kondisi umat pada dua era
pemerintahan, di masa Orde Lama, atau juga di era Orde Baru, sasaran politik
dan akibat yang dirasakan umat Islam, tetap sama, yakni meminggirkan umat Islam
sebagai suatu kekuatan politik di Indonesia.
Secara kuantitas
jumlah umat Islam masih sangat dominan. Tapi, kenyataannya di arena politik
Indonesia sejak masa Orde Lama, tidak terlalu banyak diperhitungkan. Bahkan,
yang terjadi adalah adu kekuatan. Awalnya antara komunis, selanjutnya dengan
sekuler, dan Islam-phobia.Komunis berhasil menginfiltrasi cukup jauh ke dalam
tubuh Nasionalis kiri, dengan menguasai Front Nasional. Ini telah terjadi di
zaman Orde Lama. Di sisi lainnya, tanpa disadari oleh pihak tentara, telah pula
terbuka peluang bagi pihak komunis untuk menjadi pemenang, dengan bubarnya
Partai Politik Islam Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia.
Sepeninggal
pemerintahan Presiden Soekarno, (sesudah tahun 1996), perlawanan yang
dihadapkan kepada umat Islam tetap berlaku, dan terencana dengan apik oleh kelompok
phobia Islam, dan kalangan salibiyah, serta kelompok sekuler, yang juga tidak
pernah senang kepada peranan pemimpin Islam, di Republik ini. Kelompok-kelompok
itu, telah ikut memanfaatkan. Berbagai semboyan menyudutkan Islam, seperti
extrem kanan, fundamentalis, hijau royo-royo, secara sistematis ditampilkan.
Kecemasan-kecemasan ini, juga tampak ketika sangat berperannya ICMI, ataupun Dewan
Da’wah, dan ormas Islam lainnya, di dalam pemerintahan. Kadangkala, Dewan
Da’wah dan ICMI, dianggap wadah kebangkitan serta pusat kekuatan umat Islam
baru, di Republik Indonesia. Penilaian seperti ini, salah satu bukti paling
nyata, adanya kelompok phobia Islam di negeri ini.
.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a). Sejarah Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia
(dewan da’wah).
Masa orde lama (1959-1965) tercatat sebagai masa
paling gelap dalam sejarah kehidupan kebangsaan indonesia. persiden sukarno
mencanangkan konsepsi presiden yang secara operarional terwujud dalam bentuk
demokrasi terpimpin. demokrasi terpimpin memusatkan seluruh kekuasaan ditangan
presiden.
d). Dakwah Pada Masa Orde Baru
Di masa
pemerintahan Soeharto, atau era Orde Baru, secara logika politik, mestinya
Partai Masyumi dan PSI yang jelas-jelas menjadi lawan dari penguasa Orde Lama
itu, sudah semestinya mendapatkan haknya untuk direhabilitir. Apalagi jika
melihat prinsip-prinsip Partai Masyumi, serta garis kejuangan para pemimpin
umat yang memimpin partai Islam terbesar itu, sangat tegas menentang Komunis.
Sementara, Pemerintahan Orde Baru yang hadir sesudah itu, seiring dengan dengan
dibubarkannya partai komunis. Pemerintahan Orde Baru itu, juga disebut sebagai
anti komunis. Maka semestinya, rehabilitasi partai Masyumi untuk kembali hidup
seperti di zaman Orde Baru, tidak ada alasan untuk terhalangi.
B. Saran
Kami menyadari bahwa
makalah kami ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kami mengharapkan
kritik dan saran yang konstruktif untuk kesempurnaan makalah ini, Akhirnya
hanya kepada Allah kami mengharap ridha agar makalah ini bermanfaat khususnya untuk
penulis dan pembaca pada umumnya.
makalahnya sangat membantu tugas sekolah saya. Syukran :)
BalasHapus