KUMPULAN MAKALAH

SELAMAT DATANG DI DUNIA ILMU
SEMOGA BERMANFAAT BAGI ANDA

Jumat, 16 Maret 2012

makalah sejarah dakwah I


MAKALAH

SEJARAH DAKWAH
DAKWAH PADA MASA ORDE BARU

DOSEN : DRS. ABDUL SYUKUR

DI SUSUN OLEH :
MUHAMMAD NASIR 1041020037 (PMI)




FAKULTAS DAKWAH
IAIN RADEN INTAN LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2011
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis telah panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sang Pencipta alam semesta, manusia, dan kehidupan beserta seperangkat aturan-Nya, karena berkat limpahan rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan tema “DAKWAH PADA MASA ORDE BARU” yang sederhana ini dapat terselesaikan tidak kurang daripada waktunya.
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi salah satu dari sekian kewajiban mata kuliah Sejarah Dakwah serta merupakan bentuk langsung tanggung jawab penulis pada tugas yang diberikan.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bpk.Drs. Abdul Syukur selaku dosen mata kuliah Sejarah Dakwah serta semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan dimana penulis pun sadar bawasannya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah Azza Wa’jala hingga dalam penulisan dan penyusununnya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penulis nanti dalam upaya evaluasi diri.
Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidak sempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca, dan bagi seluruh mahasiswa-mahasiswi  IAIN Fakultas Dakwah. Amien ya Rabbal ‘alamin.

Wassalalam,

Penulis





DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………          i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………….           ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………          iii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………           1
1. Latar belakang ……………………………………………………………           1
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………….           3
A. Sejarah Dakwah Setelah Kemerdekaan…………………………………..            3
     a. Sejarah Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia …………………………             3
     b. Dakwah Pada Masa Orde Baru ……………………………………….. 6
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………..          9
1. Kesimpulan ……………………………………………………………….          9
PUSTAKA

















BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah, bahkan maju mundurnya umat islam sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukannya. Dakwah adalah suatu aktifitas atau kegiatan yang bersifat menyeru atau mengajak kepada orang lain unutk mengamalkan ajaran islam. Dakwah merupakan suatu prosespenyampaian ajaran islam yang dilakukan secara sadar dan sengaja.Aktifitas kegiatan dakwah dilakukan dengan berbagai cara atau metode dan direncanakan dengan tujuan mencari kebahagian hidup dengan dasar keridhoan Allah SWT.
Dari keterangan di atas maka Pentingnya mempelajari sejarah dakwah ini bagi para da’I, karena sebagai suatu pedoman, pegangan tamsil, dan tolak ukur agar para da’I bisa mencapai suatu keberhasilan dan menyebar luaskan dan meningkatkan mutu islam itu sendiri.Suatu pesan yang disampaikan, yang mana mendapat respon yang baik dari para mad’u tersebut bila mana seorang da’I mengetahui, memahami dunia dakwah tersebut baik meliputi sosiologi dakwah, psikologu dakwah dan sejarah keda’waan.
Berbagai rintangan, hambatan dalam menyampaikan dakwah ini tidak sedikit dari anbiya’. Merasakannya. Seperti halnya nabi Muhammad SAW, begitu halnya masa setelah beliau yakni masa Khulafa’ur rosyidin, bani umayah, sampai masa saat ini, mereka tetap melaksanakan dakwah tersebut (menyampaikan Islam keseluruh dunia) dan akhirnya mereka pun berhasil dan pada pembahasan ini, masa setelah dakwah sebelum kemerdekaan yakni pada masa penjajahan, kami berusaha untuk mengmbil tamsil dari perjuangan mereka.
Dengan pengertian dakwah diatas, otomatis dakwah sudah ada sejak islam masuk negara kita. Maka dari sini kami pemakalah mencoba untuk menjelaskan dakwah-dakwah yang ada sesudah kemerdekaan dan pada masa orde lama supaya lita bisa mengetahui betapa semangatnya mereka semua dalam menyebarkan ajaran-ajaran islam pada masa dahulu dan dengan adanya makalah ini kami berharap untuk bisa menanamkan motivasi dan semangat pada para Da’i untuk menyebarkan ajaran yang mulia yakni agama islam.
B. Rumusan Masalah
a) Bagaimana dakwah yang dilakukan pada masa setelah kemerdekaan?
b) Apa saja tantangan yang dihadapi oleh para Da’i pada masa setelah kemerdekaan?
c) Bagaimana dakwah dilakukan pada masa orde lama sampai ke masa orde baru?
d) Kendala apa saja yang dihadapi para Da’i dalam penyebaran ajaran islam pada masa orde lama sampai orde baru?



















BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Dakwah Setelah Kemerdekaan
a). Sejarah Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (dewan da’wah).
Masa orde lama (1959-1965) tercatat sebagai masa paling gelap dalam sejarah kehidupan kebangsaan indonesia. persiden sukarno mencanangkan konsepsi presiden yang secara operarional terwujud dalam bentuk demokrasi terpimpin. demokrasi terpimpin memusatkan seluruh kekuasaan ditangan presiden. para pemimpin nasional mochtar lubus, k.h. isa anshari, mr. assaat, Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Boerhanoeddin Harahap, S.H., M. Yunan Nasution, Buya Hamka, Mr, Kasman Singodimedjo dan K.H E.Z. Muttaqin yang bersikap kritis terhadap politik demokrasi terpimpin, ditangkap dan dipenjarakan tanpa proses pengadilan. puncak dari masa penuh kegelapan itu ialah pecahnya peberontakan berdarah g.30.s/pki.
Sudah seluruh kekuatan bangsa yang antikomunis bangkit menghancurkan pemberontakan tersebut, datanglah zaman baru yang membawa banyak harapan. yaitu era orde baru yang bertekad melaksanakan pancasila dan uud 1945 secara murni dan konsekuen. pada masa inilah, para pemimpin bangsa yang di penjarakan oleh rezim orde lama, dibebaskan.
Para pemimpin nasionali islami yang pada dasarnya tidak dapat duduk berpangku tangan, seperti mohammad natsir dan prawoto mangkusasmito mulai merancang gagasan untuk berpartisipasi penuh mendukung pemerintahan orde bari. pada mulanya mereka mengharapkan pemerintah bersedia merehabilitasi partai politik masyumi yang dipaksa membubarkan diri oleh presiden sukarno. musyawarah nasional iii persatuan sarjana hukum indonesia (persahi) menyatakan: “bahwa pembubaran masyumi, partai sosialis indonesia (psi) dan kesatuan aksi mahasiswa indonesia (kami), yuridis formal tidak syah, dan yuridis material tidak beralasan”. namun, pembubaran masyumi, ternyata bukanlah masalah hukum semata-mata. pembubaran tersebut adalah masalah politik. oleh karena itu ketika permintaan tersebut. oleh berbagai pertimbangan tidak dapat dipenuhi pemerintah, tokoh-tokoh nasionalis islami itu tidak ngotot, juga tidak berputus harapan.
Bagi mereka, aktivitas hidup ini semata-mata dalam rangka beribadah dan berdakwah untuk meraih keridhaan ilahi, kerceimpung di lapangna politik,bagi mereka merupakan bagian dari ibadah dan dakwah. maka ketika meria tidak lagi mendapat kesempatan untuk berkiprah di lapangan politik, jalan ibadah dan dakwah dalam bentuk lain masih terbuak sangat lebar. dalam kata-kata pak natsir, dulu berdakwah lewat jalur politik, sekarang berpolitik melalui jalur dakwah.
Demikianlah maka pada 26 februari 1967, atas undangan pengurus masjid al-munawarah,kapung bali, tanah abang, jakarta pusat, para alim ulama dan zu’ama berkumpul untuk bermusyawarah, membahasa, meneliti, dan menilai beberapa masalah, terutama yang rapat hubungannya dengan usaha pembangunan umat, juga tentang usaha mempertahankan aqidah didalam kesimpangsiuran kekuatan-keuatan yang ada dalam masyarakat.
Musyawarah menyimpulkan dua hal sebagai berikut: menyatakan rasa syukur atas hasil dan kemajuan yang telah dicapai hingga kini dalam usaha-usaha dakwah yang secara terus menerus dilakukan oleh beerbagai kalangan umat, yakni para alim ulama dan para muballiqh secara pribadi, serta atas usaha-usaha yang telah dicapai dalam rangka organisasi dakwah. Memandang perlu (urgent) lebih ditingkatkan hasil dakwah hingga taraf yang lebih tinggi sehingga tercipta suatu keselarasan antara banyaknya tenaga lahir yang dikerahkan dan banyak tenaga batin yang ddicurahkan dalam rangka dakwah tersebut.
untuk menindaklanjuti kesimpulan pada butir kedua di atas, musyawarah para ulama dan zu’ama mengkonstatir terdapatnya berbagai persoalan, antara lain:
(a). Mutu Dakwah yang didalamnya tercakup persoalan penyempurnaan sistem perlengkapan peralatan, peningkatan teknik komunikasi, lebih – lebih lagi sangat dirasakan perlunya dalam usaha menghadapi tantangan (konfrontasi) dari bermacam-macam usaha yang sekarang giat dilancarkan oleh penganut agama-agama lain dan kepercayaan-kepercayaan (antara lain faham anti tuhan yang masih merayap di bawah tanah), katolik, protestan, hindu, budha, dan sebagainya terhadap masyarakat islam
(b). Planning dan Integritasi yang didalamnya tercakup persoalan-persoalan yang diawali oleh peneliti (research) dan disusul oleh pengitegrasian segala unsur dan badan-badan dakwah yang telah ada dalam masyarakat ke dalam suatu kerja sama yang baik dan berencana.
Dalam menampung masalah-masalah tersebut, yang mengandung cakupan yang cukup luas dan sifat yang cukup kompleks, maka musyawarah alim ulama itu memandang perlu membentuk suatu wadah yang kemudian dijelmakan dalam sebuah yayasan yang diberi nama dewan dakwah islamiyah indonesia disingkat dewan dakwah. pengurus pusat yayasan ini berkedudukan di ibu kota negara, dan dimungkinkan memiliki perwakilan di tiap-tiap ibu kota daerah tingkat I serta pembantu perwakilan di tiap-tiap daerah tingkat II seluruh indonesia.
Dimana perlu dan dalam keadaan mengizinkan, dewan dakwah dapat tampil mengisi kekosongan, antara lain menciptakan suatu usaha berbentuk atau bersifat dakwah, usaha mana sebelumnya belum pernah diadakan, seperti emngadakan pilot projek dalam bidang dakwah.
Musyawarah alim ulama juga merumuskan program kerja sebagai penjabaran dari landasan kebijaksanaan diatas. program kerja tiga pasa itu adalah sebagai berikut:
(a).Mengadakan pelatihan-pelatihan atau membantu mengadakan pelatihan bagi muballighin dan calon-calon muballghin
(b). Mengadakan research (penelitian) dan membantu mengadakan penelitian, yang hasilnya dapat segera dimanfaatkan bagi perlengkapan usaha para muballighin pada umumnya.
(c).Menyebarkan aneka macam penerbitan, antara lain buku-buku, brosur, dan atau siaran lain yang terutama ditunjukan untuk memperlengkapi para muballighin dengan ilmu pengetahuan, baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan umum lainnya, guna meningkatkan mutu dan hasil dakwah. usaha ini diharapkan dapat mengisi kekosongan-kekosongan di bidang lektur, yang khusus diperlukan dalam masyarakat.
Peran Dakwah menjangkau seluruh aspek kehidupan manusia dalam upaya menjadikan, “umat yang berbahagia di dunia dan berbahagia di akhirat dan terhindar dari siksaan neraka, dengan izin Allah". Sedangkan politik adalah seni mengatur masyarakat. Kehidu­pan politik sering ditandai dengan konflik kepentingan antara kelompok masyarakat.Umumnya politik berusaha mereali­sasikan gagasan ideologi, menjadi realitas sosial yang ideal, menurut wawasan masing‑masing. Kepentingan dimaksud dapat bersifat politis, ekonomis, kultural, maupun ideologis.
Memperhatikan perjuangan politik umat Islam di tanah air Indonesia tampak peranan dari politik Islam mengalami penurunan secara konstan. Sebagai akibat kelemahan internal dalam tubuh umat. Atau, mengalami penurunan efektivitas peran, sebagai akibat “erosi fungsional”. Penurunan kualitas umat dikarenakan faktor ikatan jamaah, unsur kepemim­pinan, dan melemahnya ukhuwah.
Faktor eksternal, utamanya oleh pere­kayasaan sosial dan politik dari pihak penguasa. Kecendrungan erosi fungsional dan mengakarnya sifat ketergantungan serta “hanyut mengikuti arus” lebih menonjol. Bisa jadi karena perekayasaan politik datang dari luar. Perekayasaan politik oleh pihak yang selalu berupaya melumpuhkan peranan politik rakyat dan umat Islam khususnya, terasa amat efektif berlaku sejak awal dasawarsa 1960-an. Kenyataannya tampak pada, proses pembangunan sangat berorientasi pada aspek ekonomi dan sangat pragmatik. Langsung maupun tidak langsung, keadaan ini berpengaruh pada proses penumpulan pandangan ideologis masyarakat Indonesia.
b). Dakwah Pada Masa Orde Baru
Di masa pemerintahan Soeharto, atau era Orde Baru, secara logika politik, mestinya Partai Masyumi dan PSI yang jelas-jelas menjadi lawan dari penguasa Orde Lama itu, sudah semestinya mendapatkan haknya untuk direhabilitir. Apalagi jika melihat prinsip-prinsip Partai Masyumi, serta garis kejuangan para pemimpin umat yang memimpin partai Islam terbesar itu, sangat tegas menentang Komunis. Sementara, Pemerintahan Orde Baru yang hadir sesudah itu, seiring dengan dengan dibubarkannya partai komunis. Pemerintahan Orde Baru itu, juga disebut sebagai anti komunis. Maka semestinya, rehabilitasi partai Masyumi untuk kembali hidup seperti di zaman Orde Baru, tidak ada alasan untuk terhalangi.
Meskipun demikian, harapan itu tak pernah menjadi kenyataan. Ironisnya, para pemimpin Masyumi masih tetap disingkirkan. Berbagai intimidasi, masih di arahkan kepada pemimpin umat Islam itu. Di antaranya, ketika terjadi ”Petisi 50”, yakni pernyataan keperihatinan oleh pemimpin umat kepada Presiden Soeharto atas pidatonya di Pekanbaru, telah dijadikan sebagai alat rekayasa pelumpuhan potensi politik umat Islam. Peristiwa politik itu, telah menumbuhkan dalam tubuh umat bibit kekecewaan dan kekesalan.
Namun, di antara umat dan pemimpin masih sanggup bertahan, karena masih tersisanya anti‑toxin di dalam urat nadi umat. Anti toxin itu adalah keyakinan hidup, wawasan Iman dan Islam, cinta­ akan persatuan bangsa, dan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta anti komunis, yang tidak pernah kendor dalam hati umat Islam.Memang ada, sebahagian umat menghadapinya dengan pengendapan secara pasif. Uzlah, sambil menunggu masa berubah. Ada pula keyakinan, bahwa perubahan pasti datang. Hanya menunggu waktu ketika. Optiomisme itu, sebenarnya telah menguatkan diri umat. Tum­buh disiplin dari dalam, dan tidak hanya sekedar tumbuh paksa dari luar. Atau, bukan pula disiplin, ibarat itik pulang petang, yang berbaris patuh teratur, di bawah komando sebilah ranting. Disiplin paksaan seperti itu, telah pernah dicoba diterapkan oleh Demokrasi Terpimpin. Dan paksaan-paksaan sedemikian itu, tidak diterima oleh ruh umat.
Selama kurun 32 tahun (1966-1998), disiplin yang dipaksakan itu, berlaku di dalam pemerintahan Presiden Soeharto. Salah satu bukti politiknya, Partai Politik Islam Masyumi, dan juga PSI tidak pernah mendapatkan kembali halnya untuk dapat hidup kembali. Inilah, sebuah catatan sejarah. Bila kita amati kondisi umat pada dua era pemerintahan, di masa Orde Lama, atau juga di era Orde Baru, sasaran politik dan akibat yang dirasakan umat Islam, tetap sama, yakni meminggirkan umat Islam sebagai suatu kekuatan politik di Indonesia.
Secara kuantitas jumlah umat Islam masih sangat dominan. Tapi, kenyataannya di arena politik Indonesia sejak masa Orde Lama, tidak terlalu banyak diperhitungkan. Bahkan, yang terjadi adalah adu kekuatan. Awalnya antara komunis, selanjutnya dengan sekuler, dan Islam-phobia.Komunis berha­sil menginfiltrasi cukup jauh ke dalam tubuh Nasionalis kiri, dengan menguasai Front Nasional. Ini telah terjadi di zaman Orde Lama. Di sisi lainnya, tanpa disadari oleh pihak tentara, telah pula terbuka peluang bagi pihak komunis untuk menjadi pemenang, dengan bubarnya Partai Politik Islam Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia.
Sepeninggal pemerintahan Presiden Soekarno, (sesudah tahun 1996), perlawanan yang dihadapkan kepada umat Islam tetap berlaku, dan terencana dengan apik oleh kelompok phobia Islam, dan kalangan salibiyah, serta kelompok sekuler, yang juga tidak pernah senang kepada peranan pemimpin Islam, di Republik ini. Kelompok-kelompok itu, telah ikut memanfaatkan. Berbagai semboyan menyudutkan Islam, seperti extrem kanan, fundamentalis, hijau royo-royo, secara sistematis ditampilkan. Kecemasan-kecemasan ini, juga tampak ketika sangat berperannya ICMI, ataupun Dewan Da’wah, dan ormas Islam lainnya, di dalam pemerintahan. Kadangkala, Dewan Da’wah dan ICMI, dianggap wadah kebangkitan serta pusat kekuatan umat Islam baru, di Republik Indonesia. Penilaian seperti ini, salah satu bukti paling nyata, adanya kelompok phobia Islam di negeri ini.




.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a). Sejarah Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (dewan da’wah).
Masa orde lama (1959-1965) tercatat sebagai masa paling gelap dalam sejarah kehidupan kebangsaan indonesia. persiden sukarno mencanangkan konsepsi presiden yang secara operarional terwujud dalam bentuk demokrasi terpimpin. demokrasi terpimpin memusatkan seluruh kekuasaan ditangan presiden.
d). Dakwah Pada Masa Orde Baru
Di masa pemerintahan Soeharto, atau era Orde Baru, secara logika politik, mestinya Partai Masyumi dan PSI yang jelas-jelas menjadi lawan dari penguasa Orde Lama itu, sudah semestinya mendapatkan haknya untuk direhabilitir. Apalagi jika melihat prinsip-prinsip Partai Masyumi, serta garis kejuangan para pemimpin umat yang memimpin partai Islam terbesar itu, sangat tegas menentang Komunis. Sementara, Pemerintahan Orde Baru yang hadir sesudah itu, seiring dengan dengan dibubarkannya partai komunis. Pemerintahan Orde Baru itu, juga disebut sebagai anti komunis. Maka semestinya, rehabilitasi partai Masyumi untuk kembali hidup seperti di zaman Orde Baru, tidak ada alasan untuk terhalangi.
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah kami ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk kesempurnaan makalah ini, Akhirnya hanya kepada Allah kami mengharap ridha agar makalah ini bermanfaat khususnya untuk penulis dan pembaca pada umumnya.



1 komentar: